Santo Manik-
Wakapolri: Beda dengan Polri, SPDP KPK Identik Status Tersangka
Foto: Wakapolri Komjen Syafruddin.
Jakarta - Wakapolri Komjen Syafrudin meminta masyarakat tidak berpolemik terkait penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Polri atas pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. Sebab, penerbitan SPDP dari kepolisian tidak identik dengan penetapan tersangka.
"Secara spesifik, saya dan Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) sudah jelaskan ke publik tentang SPDP. SPDP di Polri itu beda dengan di KPK," kata Syafruddin kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Syafruddin menegaskan, SPDP di Polri merupakan tindak lanjut kepolisian atas laporan masyarakat. Semua laporan yang masuk ke Polri diterima dengan tindak lanjut dilakukan analisis.
Ia melanjutkan, SPDP yang diterbitkan penyidik Polri itu berbeda dengan SPDP yang diterbitkan KPK. Menurut Syafruddin, penyidik polisi harus mengacu kepada KUHAP dalam penetapan tersangka itu.
"SPDP tidak identik dengan tersangka, tapi KPK begitu sprindik, identik tersangka itu sesuai Undang-Undang. Tapi di Polri itu (penetapan tersangka) bersasarkan KUHAP," lanjutnya.
Syafruddin mengatakan, SPDP ini masih bisa dianalisis. Sebuah kasus yang sudah dikeluarkan SPDP-nya bisa dilanjut atau bisa saja dihentikan sesuai hasil penyidikan.
"Jadi masih dalam tahap penyelidikan," imbuhnya.
Ia menambahkan, penyidik tidak punya kewajiban melaporkan kepada pimpinan dalam hal penerbitan SPDP suatu perkara. "Kemudian Kapolri dan saya ketika di Australia, sudah menjelaskan tentang SPDP ini. Kapolri tidak dilapori karena tidak ada kewajiban melapor ke Kapolri, jadi jangan desak saya dan Kapolri untuk menjelaskan SPDP ini," paparnya.
Dia mengatakan, SPDP adalah kewenangan penyidik. "Kami tidak tahu, karena itu kewenangan penyidik dalam menganalisa, menterjemahkan dan menindaklanjuti. Bukan kewenangan Kapolri atau Wakapolri, Kapolda atau Kabareskrim bukan, (tapi) kewenangan penyidik," pungkasnya.
"Secara spesifik, saya dan Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) sudah jelaskan ke publik tentang SPDP. SPDP di Polri itu beda dengan di KPK," kata Syafruddin kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/11/2017).
Syafruddin menegaskan, SPDP di Polri merupakan tindak lanjut kepolisian atas laporan masyarakat. Semua laporan yang masuk ke Polri diterima dengan tindak lanjut dilakukan analisis.
Ia melanjutkan, SPDP yang diterbitkan penyidik Polri itu berbeda dengan SPDP yang diterbitkan KPK. Menurut Syafruddin, penyidik polisi harus mengacu kepada KUHAP dalam penetapan tersangka itu.
"SPDP tidak identik dengan tersangka, tapi KPK begitu sprindik, identik tersangka itu sesuai Undang-Undang. Tapi di Polri itu (penetapan tersangka) bersasarkan KUHAP," lanjutnya.
Syafruddin mengatakan, SPDP ini masih bisa dianalisis. Sebuah kasus yang sudah dikeluarkan SPDP-nya bisa dilanjut atau bisa saja dihentikan sesuai hasil penyidikan.
"Jadi masih dalam tahap penyelidikan," imbuhnya.
Ia menambahkan, penyidik tidak punya kewajiban melaporkan kepada pimpinan dalam hal penerbitan SPDP suatu perkara. "Kemudian Kapolri dan saya ketika di Australia, sudah menjelaskan tentang SPDP ini. Kapolri tidak dilapori karena tidak ada kewajiban melapor ke Kapolri, jadi jangan desak saya dan Kapolri untuk menjelaskan SPDP ini," paparnya.
Dia mengatakan, SPDP adalah kewenangan penyidik. "Kami tidak tahu, karena itu kewenangan penyidik dalam menganalisa, menterjemahkan dan menindaklanjuti. Bukan kewenangan Kapolri atau Wakapolri, Kapolda atau Kabareskrim bukan, (tapi) kewenangan penyidik," pungkasnya.
Komentar